MATILAH SEBELUM KAU MATI



Ada satu nasehat dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang berbunyi “Muutu qabla an tamuutu” yang artinya “matilah sebelum mati”
Nasehat Rasulullah tersebut sarat dengan makna. Mati pada hakikatnya adalah terbebasnya ruh (ruhani) dari jasad (jasmani). Jadi upayakanlah dalam kehidupan ini ruh (ruhani) kita tidak terkukung oleh jasmani atau tidak terkukung oleh hawa nafsu. Upayakanlah ruh (ruhani) kita mengendalikan hawa nafsu bukan hawa nafsu yang mengendalikan ruh (ruhani) kita.
Berikut ulasan dari seorang teman akan nasehat dari Rasulullah di atas

***** awal kutipan *****
“Sebelum anda meninggal dunia, cobalah mematikan diri anda sejenak.
Tutuplah kedua mata anda dan bayangkan jenazah anda sedang berada di atas keranda mayat diiringi oleh para pengantar jenazah. Keadaan bagaimana yang anda inginkan setelah anda mati, maka jadilah seperti yang anda inginkan di saat anda hidup sekarang ini.
Perbaikilah kesalahan anda, perbaikilah tingkah laku anda, bertaubatlah di atas segala perbuatan maksiat anda, bukalah lembaran baru kehidupan anda dengan perjalanan hidup dan budi pekerti yang baik.
Cucilah hati anda dari kedengkian dan bersihkanlah dari pengkhianatan. Kelak anda akan mengingat apa yang telah anda lakukan karena makhluk-makhluk ibarat pena Allah ta’ala dan seluruh manusia adalah saksi Allah ta’ala di bumiNya.
Jika mereka bersaksi dengan memuji anda, maka itu adalah khabar baik buat anda dan kesaksian ini diterima di sisi Allah yang Maha Esa. Namun jika mereka bersaksi dengan menyebutkan keburukan anda, maka anda sangat merugi di atas apa yang sedang menanti anda“
*****akhir kutipan ****


Nasehat Rasulullah di atas disampaikan oleh para ulama yang sholeh bersanad ilmu sampai kepada lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Mereka yang terhasut atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi umumnya akan mempertanyakan hal-hal seperti,
“bagaimana antum bisa memvalidasi “nasehat” itu benar dari lisan Rasulullaah shallallahu ‘alaihi wasallam ?”
“bagaimana kita tahu itu sebuah hadits jika tidak diketahui sanadnya ?”
Pertanyaan mereka pada hakikatnya adalah mempertanyakan dalil terhadap sebuah nasehat.

Mereka yang mempertanyakan dalil terhadap sebuah nasehat merupakan wujud dari terkena hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi

Salah satu penghasutnya adalah perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence yang dikenal oleh ulama jazirah Arab sebagai Laurens Of Arabian. Laurens menyelidiki dimana letak kekuatan umat Islam dan berkesimpulan bahwa kekuatan umat Islam terletak kepada ketaatan dengan mazhab (bermazhab) dan istiqomah mengikuti tharikat-tharikat tasawuf. Laurens mengupah ulama-ulama yang anti tharikat dan anti mazhab untuk menulis buku buku yang menyerang tharikat dan mazhab. Buku tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak orientalis.

Protokol Zionis yang ketujuhbelas


…Kita telah lama menjaga dengan hati-hati upaya mendiskreditkan para ulama non-Yahudi dalam rangka menghancurkan misi mereka, yang pada saat ini dapat secara serius menghalangi misi kita. Pengaruh mereka atas masyarakat mereka berkurang dari hari ke hari. Kebebasan hati nurani yang bebas dari paham agama telah dikumandangkan dimana-mana. Tinggal masalah waktu maka agama-agama itu akan bertumbangan..

Mereka yang terhasut maka mereka tidak lagi mempercayai apa yang disampaikan oleh para ulama yang sholeh yang bersanad ilmu tersambung kepada lisannya Rasulullah, mereka tidak lagi mempercayai apa yang disampaikan oleh para ulama yang sholeh keturunan cucu Rasulullah ,  termasuk tidak lagi mempercayai apa yang disampaikan oleh Imam Mazhab yang empat.

Sehari-hari mereka disibukkan kembali dengan apa yang telah dilakukan dan diselesaikan oleh Imam Mazhab yang empat, padahal mereka tidak berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak

Oleh karena kesibukkan mereka berijtihad dalam perkara syariat akhirnya mereka tidak punya waktu lagi untuk mendalami hadits-hadits tentang akhlak atau tentang ihsan atau tentang tasawuf
Hadits yang wajib diketahui sanadnya adalah hadits yang terkait dengan hukum atau terkait perkara agama atau perkara syariat, syarat sebagai hamba Allah, perkara yang telah diwajibkanNya, wajib dijalankan dan wajib dijauhi meliputi perkara kewajiban yang jika ditinggalkan berdosa, perkara larangan dan pengharaman yang jika dikerjakan/dilanggar berdosa.

Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjakan berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)

Urusan agama atau perkara syariat atau perkara yang diwajibkanNya (wajib dikerjakan dan wajib dijauhi) telah sempurna dan telah disampaikan seluruhnya oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Firman Allah ta’ala yang artinya, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (Qs. Al Maidah; 3)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak tertinggal sedikitpun yang mendekatkan kamu dari surga dan menjauhkanmu dari neraka melainkan telah dijelaskan bagimu ” (HR Ath Thabraani dalam Al Mu’jamul Kabiir no. 1647)

“mendekatkan dari surga” = perkara kewajiban (ditinggalkan berdosa)
“menjauhkan dari neraka” = perkara larangan dan perkara pengharaman (dikerjakan berdosa)

Justu mereka yang suka melarang-larang perbuatan kaum muslim  atau menyampaikan larangan (sesuatu yang jika dikerjakan/dilanggar berdosa) wajib ditanyakan dalilnya atau sanadnya karena perkara larangan adalah hak Allah ta’ala menetapkannya dan Allah ta’ala tidak lupa.

Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya,
“Katakanlah! Siapakah yang berani mengharamkan perhiasan Allah yang telah diberikan kepada hamba-hambaNya dan beberapa rezeki yang baik itu? Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui.” (QS al-A’raf: 32-33)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung” [QS. An-Nahl : 116].

Dalam hadits Qudsi , Rasulullah bersabda: “Aku ciptakan hamba-hambaKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokkan mereka dari agamanya, dan mengharamkan atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaruhi supaya mereka mau menyekutukan Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya.” (Riwayat Muslim).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa menghalalkan sesuatu yang haram atau mengharamkan sesuatu yang halal, maka dia telah kafir.”

Allah Azza wa Jalla berfirman yang artinya, “Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah“. (QS at-Taubah [9]:31 )

Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, “apakah mereka menyembah para rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah?”
Nabi menjawab, “tidak”,  “Mereka tidak menyembah para rahib dan pendeta itu, tetapi jika para rahib dan pendeta itu menghalalkan sesuatu bagi mereka, mereka menganggapnya halal, dan jika para rahib dan pendeta itu mengharamkan bagi mereka sesuatu, mereka mengharamkannya“

Pada riwayat yang lain disebutkan, Rasulullah bersabda ”mereka (para rahib dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)

Hadits-hadits tentang akhlak atau tentang ihsan (tasawuf), silahkan didalami atau tidak didalami, silahkan dipedulikan atau tidak dipedulikan sebagaimana hadits qudsi.

Namun bagi yang ingin meneladani akhlak Rasulullah maka sediakanlah waktu untuk menelusuri kembali hadits-hadits tentang nasehat atau tentang akhlak atau tentang ihsan (tasawuf) sebagai sarana untuk memperjalankan diri agar sampai (wushul) kepada Allah ta’ala atau sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah ta’ala. Telusurilah dari ulama-ulama yang telah dekat dengan Allah yakni  ulama-ulama yang sholeh yang bersanad ilmu tersambung kepada lisannya Rasulullah atau melalui ulama-ulama yang sholeh keturunan cucu Rasulullah.

Ingatlah selalu bahwa indikator atau tanda-tanda seorang ulama yang dekat dengan Allah atau ulama yang  telah mentaati Allah dan RasulNya sehingga mendapatkan maqom disisiNya minimal adalah ulama yang sholeh sehingga berkumpul dengan 4 golongan muslim disisiNya yakni para  Nabi (Rasulullah yang utama),  para Shiddiqin, para Syuhada dan muslim yang sholeh.

Firman Allah ta’ala yang artinya “Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )

Semakin dekat seorang ulama kepada Allah sehingga mereka dapat menjadi kekasihNya (Wali Allah). Maqom Shiddiqin atau maqom kedekatan dengan Allah telah diuraikan dalam tulisan pada.

sumber : tarikhulislam.blogspot(.)co(.)id

0 Response to "MATILAH SEBELUM KAU MATI"

Post a Comment